Sabtu, 27 Februari 2016

Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani





 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani

Nama lengkap Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani berikut nasab dari pihak ayah adalah Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shahih Musa bin Janka Dawsat (Janki Doasti) bin Abdullah bin Yahya Az-Zahid binMuahammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah binMusa Al-Juni bin Abdullah bin Al-Mahdi bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra semoga redha Allah dicurahkan kepada mereka semua. Jadi, silsilah nasab Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani bersambung kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW dari puteri beliau yang bernama Sayyidah Fatimah Az-Zahra RA yang bernama Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA.


Adapun silsilah dari ibunya adalah Abdul Qadir bin fathimah binti Abdullah bin Abu Jamaluddin bin Thahir bin Abdullah bin Kamaludin Isa bin Muhammad Al-Jawad bin Ali Ar-Ridha bin Musa Al-Kadzim bin Ja’far As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainul Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib semoga redha Allah dicurahkan kepada mereka semua. Sepanjang masa bayinya, dia tidak pernah makan selama bulan puasa.”Suatu ketika pada awal Ramadhan, Cuaca mendung dan orang-orang tidak dapat melihat bulan baru, Tidak tahu apakah bulan Ramadhan sesungguhnya telah dimulai atau belum, mereka datang kepada Ummul Khair Fathimah, ibunda Syeikh Abdul Qadir, dan menanyakan apakah si anak sudah makan hari itu? Kerana dia belum makan, mereka menduga bahawa puasa telah dimulai.Abdul Qadir Al-Jailani RA menceritakan,“ketika kecil, setiap hari aku selalu didatangi seorang malaikat dalam bentuk pemuda tampan, Dia mula berjalan bersamaku dari rumah kemadrasah dan membuat anak-anak lain didalam kelas memberiku tempat dibarisan pertama, Dia tinggal bersamaku sepanjang hari dan kemudian membawaku pulang kerumah, Dalam sehari, aku belajar lebih banyak daripada murid lain yang belajar dalam satu minggu. Aku tidak tahu siapa dia (awalnya). Suatu hari aku bertanya kepadanya, dan dia berkata, aku salah satu malaikat Allah. “Dia mengirim dan memerintahku untuk bersamamu selama engkau belajar”  Lihat Videonya

Beliau kembali menceritakan mengenai masa kanak-kanaknya, dia berkata,“setiap kali ingin pergi bermain dengan anak-anak lain, aku mendengar satu suara berkata; Datanglah kepada-Ku sebagai gantinya, wahai orang yang diberkati! Datanglah kepadaku.”

Dalam keadaan ketakutan, aku pergi dan mencari ketenangan dibalik lengan ibuku. Sekarang, bahkan dalam ketaatan penuh dan khalwat (pengasingan) yang panjang, aku tidak dapat mendengar dengan jelas suara tersebut.”

Ketika Abdul Qadir Al-Jailani ditanya oleh seseorang, apa kuncinya yang membawa dirinya pada tingkatan spiritual yang tinggi?.Beliau berkata, “kejujuran yang telah aku janjikan kepada ibuku”

Abdul Qadir Al-Jailani menceritakannya sebagai berikut, “suatu hari, malam ‘Aidul Adha, aku pergi ke ladang kami untuk membantu menggarap tanah, Semasa aku berjalan dibelakang lembu jantan, dia memalingkan kepalanya dan memandangku seraya berkata, “engkau tidak diciptakan untuk (pekerjaan) ini!”
Sungguh, aku sangat ketakutan dan berlari kerumah dan memanjat ke atap rumah petak bertingkat. Ketika melihat ke luar, tiba-tiba aku melihat para Jemaah haji sedang berkumpul (wuquf) di padang Arafah,di Arabia,tepat di depanku.

Lalu aku segera pergi menemui ibuku, yang waktu itu sudah menjadi janda, dan meminta kepadanya, “kirimlah aku ke jalan kebenaran berilah aku izin untuk pergi ke Baghdad untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bersama-sama orang bijak dan orang-orang yang dekat kepada Allah Azza Wa Jalla.”Ibu bertanya kepadaku “apa alasan permintaanmu yang tiba-tiba tersebut?”

Aku mengatakan kepadanya apa yang telah terjadi pada diriku. Beliau menangis mendengar ceritaku, lalu mengeluarkan lapan puluh keping emas . Semuanya adalah warisan ayahku. Dia menyisihkan (mengasingkan) empat puluh untuk saudara lelakiku, Empat puluh keping lainnya di jahit dibahagian ketiak mantel (baju/kot). Kemudian dia mengizinkan untuk meninggalkan dirinya. Sebelum membiarkan aku pergi, beliau menasihatiku bahwa aku harus berkata benar dan menjadi orang yang jujur apa pun yang terjadi. Ibu melepas kepergianku dengan kata-kata, “mudah-mudahan Allah SWT melindungi dan membimbingmu wahai anakku. Aku memisahkan diriku sendiri dari orang yang paling mencintaiku kerana Allah. Aku tahu bahwa aku tidak akan dapat melihatmu sampai hari pengadilan Terakhir tiba.”Taubatnya seorang kepala perompak ditangan SAQJ:

Aku bergabung dengan sebuah kafilah yang pergi ke Baghdad. Ketika kami telah meninggalkan Kota Hamadan, sekelompok perompak jalanan, enam puluh penunggang kuda yang gagah menyerang kami. Mereka mengambil segala sesuatu yang dibawa kafilah tersebut, salah seorang diantara mereka datang kepadaku dan bertanya, “Hai anak muda, harta apa yang engkau miliki?” aku menceritakan kepadanya bahwa aku memiliki empat puluh keping emas. Dia bertanya, dibertanya dimana kau simpan? Aku mengatakan, “dibawah lenganku”.Dia tertawa dan meninggalkanku sendiri (keseorangan). Penjahat lainnya datang dan menanyakan hal yang sama dan aku pun mengatakan hal yang sebenarnya, dia juga meninggalkanku sendirian (keseorangan), aku fikir mereka pasti hendak mengadukan hal tersebut kepada pemimpinnya, dimana mereka sedang membahagikan hasil rampasan, pemimpin mereka bertanya tentang barang berharga milikku. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku memiliki empat puluh keping emas yang dijahit dimantelku (baju/kot) di bawah ketiak.

Dia (pemimpin perompak) lalu mengambil mantelku (baju/kot) merobek (mengoyak) dibahagian lengan, dan menemukan emas tersebut. Kemudian dia bertanya kepadaku dalam ketakjuban “wangmu (hartamu) telah aman, apa yang memaksamu untuk menceritakan kepada kami bahwa engkau memilikinya dan memberitahukan tempat engkau menyembunyikannya?”Aku menjawab, “aku harus mengatakan yang benar dalam apa keadaan sekalipun, sebagaimana yang telah aku janjikan kepada ibuku”.
Ketika kepala (ketua) perompak mendengar hal itu, ia menitiskan air mata dan berkata, “aku telah mengingkari janjiku kepada siapa yang telah menciptakanku,aku mencuri dan membunuh. Apa yang akan terjadi padaku?.Dan perompak lain (anak-anak buahnya) memandangnya sambil berkata, “engkau telah menjadi pemimpin kami selama bertahun-tahun dalam perbuatan dosa ini, sekarang juga engkau tetap menjadi pemimpin kami dalam penyesalan”.
Keenam puluh orang itu memegang tanganku dan menyatakan penyesalannya serta keinginannya untuk mengubah jalan mereka, mereka merupakan orang pertama yang memegang tanganku dan mendapatkan keampunan untuk dosa-dosa mereka”.Ketika Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani tiba di Baghdad, beliau berusia lapan belas tahum. Tatkala dia mencapai pintu gerbang kota, Nabi Khaidir A.S muncul dan menghalanginya untuk memasuki kota, Nabi Khaidir berkata kepadanya bahwasanya hal itu ia lakukan atas perintah Allah SWT agar ia tidak memasuki kota Baghdad hingga tujuh tahun akan datang.Al-Khaidir membawanya ke sebuah runtuhan di gurun pasir dan berkata, “Diamlah engkau disini dan jangan meninggalkan tempat ini.”Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani tetap tinggal di sana selama tiga tahun. Setiap tahun Al-Khaidir datang kepadanya dan berkata kepadanya dimana dirinya harus tinggal.

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani RA bercerita tentang masa tiga tahun yang dilaluinya.

SAQJ sewaktu didalam proses Mujahadah dan Riyadhah:“selama aku tinggal di gurun, di luar kota Baghdad, semua keindahan dunia telah datang menggodaku. Allah SWT Wa Adzuma Sya’nuh telah memberikanku kemenangan atasnya. Nafsuku mengunjungiku setiap hari dalam wujud dan bentukku sendiri dan meminta untuk menjadi temannya. Ketika aku akan menolaknya, ia hendak menyerangku, Allah SWT memberiku kemenangan dalam perlawananku dan pada waktunya aku dapat menjadikannya tawananku dan menahannya bersamaku selama tahun-tahun itu serta memaksanya untuk tinggal di runtuhan padang pasir.Satu tahun penuh aku telah memakan rumput-rumputan (dedaunan) dan akar-akarnya yang kutemukan dan aku tidak meminum air apa pun, tahun yang lain aku meminum air tetapi tidak makan apa pun, tahun selanjutnya aku makan, tidak minum ataupun tidur. Sepanjang waktu itu, aku hidup dalam runtuhan dari istana raja-raja Kuno Parsi di Kurkh (kharkhi). Aku berjalan dengan kaki telanjang (tanpa alas kaki) diatas duri padang pasir dan tidak merasakan suatu apa pun.Setiap kali aku melihat sebuah batu atau bukit yang terjal (curam) atau juram aku memanjatnya, aku tidak memberikan istirahat satu minit pun atau menyenangkan nafsuku kepada keinginan-keinginan rendah badaniku (Jasmani). Pada akhir dari masa tujuh tahun itu, aku mendengar satu suara pada suatu malam, “Hai Abdul Qadir,engkau sekarang diizinkan memasuki Kota Baghdad!”Aku tiba di Baghdad dan melewatkan beberapa hari di sana. Segera aku tidak dapat berada dalam keadaan yang hasutan,kejahatan,tipu daya telah menjadi kebiasaan kota. Lalu untuk menyelamatkan diriku sendiri dari kejahatan kota yang mengalami kemerosotan akhlak dan menyelamatkan keimananku, aku meninggalkannya, hanya kitab suci Al-Quran yang kubawa bersamaku.

Ketika tiba dipintu gerbang dalam perjalanan untuk berkhalwat (menyendiri) di padang pasir , aku mendengar satu suara, “kemana engkau hendak pergi?” kata suara itu, “kembalilah,engkau harus melayani orang-orang.”“Apa yang dapat kupedulikan tentang orang lain?” aku menyanggah (menyangkal/menolak), “aku ingin menyelamatkan keimananku., “kembalilah dan jangan pernah merasa bimbang terhadap keimananmu, “suara itu melanjutkan (meneruskan) “tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakanmu”.

Aku sungguh tidak dapat melihat orang yang berkata tersebut (itu), kemudian sesuatu terjadi kepadaku. Aku terputus dari keadaan lahiriyyah lalu tenggelam dalam keadaan tafakur, sampai hari berikutnya aku memusatkan fikiran pada sebuah harapan dan berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla agar Dia membukakan selubung untukku sehingga aku tahu apa yang harus aku lakukan.Hari berikutnya, ketika tengah berkeliling (bersiar-siar) di sebuah permukiman (penempatan) bernama Mudzaffariyyah, seorang lelaki yang sebelumnya tidak pernah kulihat membuka pintu rumahnya dan mempersilakan untuk aku masuk, “mari Abdul Qadir!”.Ketika aku sampai dipintunya, dia berkata “katakan kepadaku, apa yang engkau harapkan dari Allah? Doa apa yang telah engkau panjatkan kelmarin?”

Saat itu aku ketakutan, namun diliputi penuh ketakjuban, aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk menjawabnya, lelaki itu memandang ke wajahku dan menghempaskan pintu dengan kasar sehingga membuatkan debu yang berkumpul disekelilingku menutupi seluruh tubuhku, aku berjalan pergi sambil bertanyakan apa yang telah kuminta dari Allah SWT sehari sebelumnya.

Kemudian aku teringat, lalu aku segera balik kembali untuk mengatakan kepada lelaki tersebut tetapi aku tidak dapat menemukannya baik rumah ataupun dirinya. Aku sangat bimbang ketika menyedari bahwa dia adalah seorang yang dekat kepada Allah Ta’ala, sungguh akhirnya aku mengetahui beliau adalah Syeikh Hammad Ad-Dabbas yang telah menjadi guruku”.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar