Sabtu, 27 Februari 2016

Gus Dur Jadi Imam Sholat





Mungkin beberapa waktu yang silam kita melihat hubungan KH. Maimoen Zubair (Rembang) dengan keluarga Gus Dur (Ciganjur) biasa-biasa saja. Bahkan ada yang menilai ini sebuah kekurangharmonisan, KH. Maimoen Zubair dianggap tokoh yang bertentangan dengan Gus Dur. Tapi itu kurang tepat, karena justru akhir-akhir ini Mbah Mun (sapaan akrab KH. Maimoen Zubair) justru terlihat sangat dekat dengan keluarga Ciganjur.
Gus Syukron Abyne Maysun menceritakan dari Gus Fahim Mulabbi bin KH. Muharror Ali Kaliwangan Blora, murid Mbah KH. Arwani Kudus. Beberapa hari yang lalu, tepatnya malam Jum’at,  ada salah seorang murid pergi sowan ke ndalem gurunya, Mbah KH. Maimoen Zuber, di Rembang. Seperti biasanya, sang tamu pun diajak ngobrol oleh tuan rumahnya. Obrolan guru dengan murid.
Di sela-sela ngobrol itulah Mbah KH. Maimoen Zuber bercerita bahwa beliau bermimpi shalat berjamaah menjadi makmum. Hadhratus Syaikh Mbah KH. Hasyim Asy’ari juga ikut menjadi makmum. Sedangkan yang menjadi imam dalam shalat tersebut adalah KH. Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur.
Dulu pun, saat ICMI di awal-awal perintisan, Mbah Moen pernah ditawari untuk masuk ke dalamnya. Karena beliau termasuk kiai yang multitalenta dalam pandangan banyak pihak, bukan saja dari kalangan sesama kiai. Keberadaan ICMI secara tersirat tidak dikehendaki oleh Mbah Mun, sama seperti Gus Dur.
“Aku ini tidak pernah setuju dengan Gus Dur, kata KH. Maimun Zubair. “Yah... namanya manusia. Tapi aku tidak berani membenci, apalagi memusuhinya. Takut kuwalat!”
Kenyataannya, tidak seratus persen Mbah Maimun berseberangan dengan Gus Dur. Ketika suatu kali seorang tokoh intelektual datang jauh-jauh dari Jakarta untuk mengajak beliau masuk ICMI, Mbah Maimun menolak. “Pak Kiai ini intelektual yang mumpuni lho”, kata si tokoh, “cocok sekali kalau masuk ICMI!”
“Ah, saya cukup Nahdlatul Ulama saja, gabung rombongannya pewaris nabi.” kata Mbah Mun.
“Memangnya di ICMI nggak bisa?”
“Kan nggak ada hadits al-ICMI waratsatul anbiya’. Kalau al-Ulama' ada!” kata Mbah Mun.

Bahkan kalau kita kembali mengingat saat prosesi pemakaman Gus Dur, dugaan ketidakharmonisan Mbah Mun dengan Gus Dur (keluarga Ciganjur) jelas meleset. Karena nyatanya sebelum jenazah Gus Dur dimasukkan ke liang lahat dan dilakukan upacara kenegaraan yang dipimpin langsung oleh Presiden SBY, usai itu KH. Maimun Zubair lah yang diberi kesempatan memerikasa jenazah Gus Dur. Dan barulah jasad Gus Dur dikeluarkan dari peti jenazah dan secara perlahan dimasukkan ke liang lahat. Wallahu al-Musta’an A’lam.



Klarifikasi Cerita yang Sebenarnya
Hari ini Jum’at Kliwon tanggal 11 April 2014 M setelah shalat Maghrib bersama Syaikhina Maimoen Zubair di Musholla PP Al-Anwar, saya (Kanthongumur) bersama beliau menuju kamar untuk memijat beliau.
Di sela-sela memijat saya mencoba bertanya: “Yai dalem bade tanglet” (Kyai saya mau bertanya).
Beliau menjawab: “Ono opo?” (Ada apa?).
“Nopo leres Yai nate ngimpi kepanggeh Gus Dur soho Mbah Hasyim, lan ma’mum sholat kalian Gus Dur?” (Apa Kyai pernah bermimpi bertemu Gus Dur, Anda serta Mbah Hasyim bermakmum kepada Gus Dur?).
Beliau menjawab: “Wektu haul Gus Dur ono wong cerito karo aku yen ngimpi kepetuk aku, Gus Dur lan Mbah Hasyim. Wong iku cerito yen aku karo Mbah Hasyim ma’mum karo Gus Dur. Yo maklum wong maqome Gus Dur nang ngarepe Mbah Hasyim, aku melu ngrumat mayite Gus Dur” (Pada waktu haulnya Gus Dur ada seseorang yang bercerita kepadaku, bahwa orang itu bermimpi bertemu aku, Gus Dur dan Mbah Hasyim. Dalam mimpi orang itu aku dan Mbah Hasyim makmum kepada Gus Dur. Ya maklum karena letak maqom Gus Dur ada di depan Mbah Hasyim dan aku juga ikut merawat jenazah Gus Dur).
“Tiang wau asmane sinten?” (Orang itu bernama siapa?).
Beliau menjawab: “Aku lali sopo jenenge” (Aku lupa siapa namanya).
Setelah itu datang Mas Rozaq karena ada telepon dari Pak Asnawi Kudus yang akan melaporkan perolehan suara yang ada di Kudus kepada beliau. Dan saya keluar dari kamar kemudian menuju kantor Muhadloroh PP Al-Anwar untuk menulis tulisan ini. (https://www.facebook.com/kanthongumur/posts/322191644600908).

Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 07 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar