Sabtu, 27 Februari 2016

Download Pengajian KH Ahmad Asrori Al ishaqi mp3

 
KH. Ahmad Asrori

Sekilas Riwayat Hadratus Syaikh KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy Ra:
KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi. Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya. Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah yang diasuh Kiai Ahmad Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri.

Jika dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang ke 38, yakni Ahmad Asrori putra Kiai Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah Sunan Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman berputra 13 orang.


DOWNLOAD MP3 CERAMAH KH AHMAD ASRORI AL ISHAQI :

Dasar Thoriqoh 1 :  download / unduh
Dasar Thoriqoh 2 :  download / unduh
Dasar Thoriqoh 3 :  download / unduh
Dasar Thoriqoh 4 :  download / unduh
Dasar Thoriqoh 5 :  download / unduh

Nur Muhammad SAW I seri 01  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW I seri 02  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW I seri 03  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW I seri 04  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW I seri 05 :  download / unduh
Nur Muhammad SAW I seri 06  :  download / unduh

Nur Muhammad SAW II Seri 1  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW II Seri 2  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW II Seri 3  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW III Seri 1 :  download / unduh
Nur Muhammad SAW III Seri 2  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW III Seri 3 :  download / unduh
Nur Muhammad SAW III Seri 4  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW III Seri 5  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW IV Seri 1  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW IV Seri 2  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW IV Seri 3  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW IV Seri 4  :  download / unduh
Nur Muhammad SAW IV Seri 5  :  download / unduh

Mendudukkan Tasawuf (Seri 1)  :  download / unduh
Mendudukkan Tasawuf (Seri 2)  :  download / unduh
Mendudukkan Tasawuf (Seri 3)  :  download / unduh
Mendudukkan Tasawuf (Seri 4)  :  download / unduh
Mendudukkan Tasawuf (Seri 5)  :  download / unduh

Dzikir 01  :  download / unduh
Dzikir 02  :  download / unduh
Dzikir 03  :  download / unduh
Dzikir 04  :  download / unduh

Hakekat Dzikir I 01  :  download / unduh
Hakekat Dzikir I 02  :  download / unduh
Hakekat Dzikir I 03  :  download / unduh
Hakekat Dzikir I 04  :  download / unduh
Hakekat Dzikir I 05  :  download / unduh

Taqwa Kepada Allah SWT 01  :  download / unduh
Taqwa Kepada Allah SWT 02  :  download / unduh
Taqwa Kepada Allah SWT 03  :  download / unduh
Taqwa Kepada Allah SWT 04  :  download / unduh
Taqwa Kepada Allah SWT 05  :  download / unduh
Taqwa Kepada Allah SWT 06  :  download / unduh
Taqwa Kepada Allah SWT 07  :  download / unduh

Ilmu 1  :  download / unduh
Ilmu 2  :  download / unduh
Ilmu 3  :  download / unduh
Ilmu 5  :  download / unduh
Ilmu 6  :  download / unduh

Penyakit Hati 1  :  download / unduh
Penyakit Hati 2  :  download / unduh
Penyakit Hati 3  :  download / unduh
Penyakit Hati 4  :  download / unduh
Penyakit Hati 5  :  download / unduh


Sumber Link Download : http://archive.org/details/CeramahKHAhmadAsrori

Keramat Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang)

Detik-detik Kewafatan Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang)

Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) sebelum akhir hayatnya pada tahun 1968 mengalami pingsan selama kurang lebih 40 hari. Beliau hanya berbaring di tempat tidurnya tanpa sadarkan diri. Dalam keadaan itu beliau senantiasa disuapi air zamzam oleh putranya sebagai pengganti makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.
40 hari kemudian, akhirnya Habib Ali al-Habsyi mulai sadar. Dipanggillah putranya: “Ya Muhammad, antar Abah ke hammam (kamar mandi) untuk bersih-bersih diri.”
Mendengar ucapan ayahandanya seperti itu, Habib Muhammad merasa sangat senang karena ayahnya sudah berangsur sembuh. Diantarlah ayahnya oleh Habib Muhammad ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri.
Usai Habib Ali al-Habsyi mandi dan berwudhu, beliau duduk di tempat tidurnya dan meminta dipakaikan pakaian kebesarannya yaitu jubah, imamah dan rida’nya. Lalu beliau meminta putranya untuk membacakan qashidah “Jadad Sulaima” yang menjadi kegemaran beliau. Qashidah tersebut adalah karangan guru beliau, yaitu al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi (Shahib Simthud Durar). “Ya Muhammad, aku lihat Rasulullah sudah hadir. Bacalah qashidah Jadad Sulaima. Lekaslah baca, ayo Bismillah!”
Mendengar ucapan ayahnya, segera Habib Muhammad membacakan qashidah tersebut sambil menangis dan tidak mampu menyelesaikan qashidah tersebut. Akhirnya yang melanjutkan qashidahnya adalah Habib Husein bin Thaha al-Haddad (ayah dari Kak Diding al-Haddad).
Setelah selesai pembacaan qashidah tersebut, Habib Ali al-Habsyi berkata: “Ya Muhammad, hari apakah ini?”
Habib Muhammad menjawab: “Hari Ahad ya Abah. Jamaah sudah penuh hadir di Majelis.”
Kemudian Habib Ali al-Habsyi kembali berkata: “Ya Muhammad, kirimkan salamku pada seluruh jamaah. Dan pintakan maaf atas diriku pada seluruh jamaah. Pintakan maaf untukku pada mereka. Sesungguhnya diri ini tidak lama lagi, karena sudah datang Rasulullah dan datuk-datuk kita.”
Dengan perasaan sedih yang mendalam, Habib Muhammad pun akhirnya menyampaikan pesan ayahnya pada semua jamaah yang hadir di Majelis Ta’lim Kwitang hari Minggu pagi itu. Tidak lama setelah itu, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebelum wafatnya, beliau mengajak kepada yang berada di sekitarnya untuk membaca talqin dzikir “La Ilaha Illallah”.
Semua yang hadir, termasuk Habib Ali bin Husein Alattas (Habib Ali Bungur), Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, dan para keluarga mengikuti ucapan Habib Ali al-Habsyi yang semakin lama semakin perlahan hingga hembusan nafasnya yang terakhir kali.
Akhirnya al-Habib Ali al-Habsyi wafat di pangkuan al-Habib Ali bin Husein Alattas dalam keadaan berpakaian kebesarannya. Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi lahir di Jakarta pada hari Ahad 20 Jumadil Ula 1286 H/20 April 1870 M, dan wafat hari Ahad 20 Rajab 1388 H/13 Oktober 1968 M.
(Kisah dari Ust. Antoe Djibrel/Khadim MT Kwitang yang beliau dapatkan dari Alm. al-Habib Muhammad bin Ali al-Habsyi).

Gus Dur Jadi Imam Sholat





Mungkin beberapa waktu yang silam kita melihat hubungan KH. Maimoen Zubair (Rembang) dengan keluarga Gus Dur (Ciganjur) biasa-biasa saja. Bahkan ada yang menilai ini sebuah kekurangharmonisan, KH. Maimoen Zubair dianggap tokoh yang bertentangan dengan Gus Dur. Tapi itu kurang tepat, karena justru akhir-akhir ini Mbah Mun (sapaan akrab KH. Maimoen Zubair) justru terlihat sangat dekat dengan keluarga Ciganjur.
Gus Syukron Abyne Maysun menceritakan dari Gus Fahim Mulabbi bin KH. Muharror Ali Kaliwangan Blora, murid Mbah KH. Arwani Kudus. Beberapa hari yang lalu, tepatnya malam Jum’at,  ada salah seorang murid pergi sowan ke ndalem gurunya, Mbah KH. Maimoen Zuber, di Rembang. Seperti biasanya, sang tamu pun diajak ngobrol oleh tuan rumahnya. Obrolan guru dengan murid.
Di sela-sela ngobrol itulah Mbah KH. Maimoen Zuber bercerita bahwa beliau bermimpi shalat berjamaah menjadi makmum. Hadhratus Syaikh Mbah KH. Hasyim Asy’ari juga ikut menjadi makmum. Sedangkan yang menjadi imam dalam shalat tersebut adalah KH. Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur.
Dulu pun, saat ICMI di awal-awal perintisan, Mbah Moen pernah ditawari untuk masuk ke dalamnya. Karena beliau termasuk kiai yang multitalenta dalam pandangan banyak pihak, bukan saja dari kalangan sesama kiai. Keberadaan ICMI secara tersirat tidak dikehendaki oleh Mbah Mun, sama seperti Gus Dur.
“Aku ini tidak pernah setuju dengan Gus Dur, kata KH. Maimun Zubair. “Yah... namanya manusia. Tapi aku tidak berani membenci, apalagi memusuhinya. Takut kuwalat!”
Kenyataannya, tidak seratus persen Mbah Maimun berseberangan dengan Gus Dur. Ketika suatu kali seorang tokoh intelektual datang jauh-jauh dari Jakarta untuk mengajak beliau masuk ICMI, Mbah Maimun menolak. “Pak Kiai ini intelektual yang mumpuni lho”, kata si tokoh, “cocok sekali kalau masuk ICMI!”
“Ah, saya cukup Nahdlatul Ulama saja, gabung rombongannya pewaris nabi.” kata Mbah Mun.
“Memangnya di ICMI nggak bisa?”
“Kan nggak ada hadits al-ICMI waratsatul anbiya’. Kalau al-Ulama' ada!” kata Mbah Mun.

Bahkan kalau kita kembali mengingat saat prosesi pemakaman Gus Dur, dugaan ketidakharmonisan Mbah Mun dengan Gus Dur (keluarga Ciganjur) jelas meleset. Karena nyatanya sebelum jenazah Gus Dur dimasukkan ke liang lahat dan dilakukan upacara kenegaraan yang dipimpin langsung oleh Presiden SBY, usai itu KH. Maimun Zubair lah yang diberi kesempatan memerikasa jenazah Gus Dur. Dan barulah jasad Gus Dur dikeluarkan dari peti jenazah dan secara perlahan dimasukkan ke liang lahat. Wallahu al-Musta’an A’lam.



Klarifikasi Cerita yang Sebenarnya
Hari ini Jum’at Kliwon tanggal 11 April 2014 M setelah shalat Maghrib bersama Syaikhina Maimoen Zubair di Musholla PP Al-Anwar, saya (Kanthongumur) bersama beliau menuju kamar untuk memijat beliau.
Di sela-sela memijat saya mencoba bertanya: “Yai dalem bade tanglet” (Kyai saya mau bertanya).
Beliau menjawab: “Ono opo?” (Ada apa?).
“Nopo leres Yai nate ngimpi kepanggeh Gus Dur soho Mbah Hasyim, lan ma’mum sholat kalian Gus Dur?” (Apa Kyai pernah bermimpi bertemu Gus Dur, Anda serta Mbah Hasyim bermakmum kepada Gus Dur?).
Beliau menjawab: “Wektu haul Gus Dur ono wong cerito karo aku yen ngimpi kepetuk aku, Gus Dur lan Mbah Hasyim. Wong iku cerito yen aku karo Mbah Hasyim ma’mum karo Gus Dur. Yo maklum wong maqome Gus Dur nang ngarepe Mbah Hasyim, aku melu ngrumat mayite Gus Dur” (Pada waktu haulnya Gus Dur ada seseorang yang bercerita kepadaku, bahwa orang itu bermimpi bertemu aku, Gus Dur dan Mbah Hasyim. Dalam mimpi orang itu aku dan Mbah Hasyim makmum kepada Gus Dur. Ya maklum karena letak maqom Gus Dur ada di depan Mbah Hasyim dan aku juga ikut merawat jenazah Gus Dur).
“Tiang wau asmane sinten?” (Orang itu bernama siapa?).
Beliau menjawab: “Aku lali sopo jenenge” (Aku lupa siapa namanya).
Setelah itu datang Mas Rozaq karena ada telepon dari Pak Asnawi Kudus yang akan melaporkan perolehan suara yang ada di Kudus kepada beliau. Dan saya keluar dari kamar kemudian menuju kantor Muhadloroh PP Al-Anwar untuk menulis tulisan ini. (https://www.facebook.com/kanthongumur/posts/322191644600908).

Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 07 April 2014

KAROMAH AL-HABIB SAGGAF BIN MAHDI BIN SYAIKH ABI BAKAR BIN SALIM (HABIB PARUNG)


https://www.youtube.com/watch?v=r7atydFCfno


Dalam aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, kita meyakini adanya mukjizat bagi para nabi. Begitupula karamah bagi para kekasih Allah Swt., atau biasa kita sebut para wali. Tokoh yang akan kita bicarakan kali ini sudah tidak asing lagi di telinga para muhibbin Indonesia, khususnya para santri Pondok Pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman Parung Bogor.
Diantara keistiqamahan Habib Saggaf adalah di setiap malam setelah beliau pulang dari keliling kota selalu mengontrol murid-muridnya yang sedang beristirahat tidur malam.
Suatu saat Habib Saggaf sedang berjalan menuju ke kediaman beliau sepulang dari
asrama putra (al-Ashriyyah Nurul Iman) tepatnya pada hari Selasa malam Rabu pukul 22.15 WIB tahun 2003, datanglah seseorang yang mengenakan jubah layaknya seorang ulama
dan mengaku bahwa dirinya adalah Jibril.
Melihat kejadian itu Habib Saggaf berteriak dengan suara yang sangat keras seraya berkata: “Anta Iblis!” Kemudian sosok berjubah itu pun hilang seketka.
Kisah selanjutnya diceritakan oleh Syaikh Ahmad Shiddiq, utusan Raja Abu Dhabi, Emirat Arab. Tepatnya pada tahun 2005 ketika Raja Abu Dhabi sakit keras dan berobat ke berbagai tabib namun belum juga sembuh, akhirnya diutuslah seorang utusan ke Indonesia untuk menemui Habib Saggaf bin Mahdi yang sudah lama dikenal oleh raja dan pemerintahan Abu Dhabi. Dengan permintaan itu, Habib Saggaf pun mengabulkan permintaannya.
lihat videonya 
Setelah selesai menepati harapan raja, beliau sebelum pulang ke Indonesia menyempatkan diri untuk umrah dan ziarah kepada sang kakek, Nabi Muhammad Saw.
Saat Habib Saggaf di Ka’bah beliau hendak mencium Hajar Aswad, namun terhalang-halangi oleh kerumunan jamaah yang lain sehingga beliaupun tidak bisa mendekat pada Hajar Aswad itu. Tiba-tiba datanglah seseorang yang tinggi besar dan meletakan beliau di atas telapak tangannya lalu dihadapkan ke Hajar Aswad. Syaikh Ahmad Shiddiq (utusan Raja Abu Dhabi) yang menyaksiikan kejadian tersebut. Sang utusan itu melihat sang habib terbang di atas jamaah haji.
Selesai melaksanakan umrah, Habib Saggaf ziarah ke makam Rasulullah Saw. Ketika beliau mendekati dinding kubur Rasulullah Saw. beliau mengulurkan sorbannya untuk mengharap keberkahan Nabi Saw. Melihat hal ini, sang opsir penjaga (muthawi’) menyeret beliau sambil berteriak: “Bid’ah!” Lalu Habib Saggaf dipukuli oleh opsir tersebut.
Tiba-tiba keluarlah Rasulullah Saw. dari arah dinding kubur yang disaksikan oleh semua jamaah yang hadir waktu itu. Rasulullah Saw. menampakkan nurnya yang menyelimuti Habib Saggaf.
Kemudian Rasulullah Saw. mengulurkan tangannya seraya bersabda: “Saggaf, masuklah bersamaku.”
Dengan tawadhu’ Habib Saggaf menjawab: “Cukup di sini saja wahai Rasulullah, supaya sama dengan yang lainnya. Saya mengharap syafaatmu wahai Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah Saw. menjawab: “Aku beri syafaat padamu wahai cucuku.”
Inilah secuil kisah karamah Habib Saggaf bin Mahdi BSA yang sudah masyhur diceritakan dari santri ke santri, dan kemudian menyebar ke khalayak umum setelah kewafatan beliau. Mari kita hadiahkan bacaan surat al-Fatihah teruntuk beliau yang telah mendahului kita. ‘Ala kulli niyyatin shalihah wa ila hadhratin Nabiy Saw. al-Fatihah...
lihat Video Keramat Habib Saggaf 
Wallahu A’lam Bishshawab.

Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani





 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani

Nama lengkap Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani berikut nasab dari pihak ayah adalah Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shahih Musa bin Janka Dawsat (Janki Doasti) bin Abdullah bin Yahya Az-Zahid binMuahammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah binMusa Al-Juni bin Abdullah bin Al-Mahdi bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra semoga redha Allah dicurahkan kepada mereka semua. Jadi, silsilah nasab Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani bersambung kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW dari puteri beliau yang bernama Sayyidah Fatimah Az-Zahra RA yang bernama Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA.


Adapun silsilah dari ibunya adalah Abdul Qadir bin fathimah binti Abdullah bin Abu Jamaluddin bin Thahir bin Abdullah bin Kamaludin Isa bin Muhammad Al-Jawad bin Ali Ar-Ridha bin Musa Al-Kadzim bin Ja’far As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainul Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib semoga redha Allah dicurahkan kepada mereka semua. Sepanjang masa bayinya, dia tidak pernah makan selama bulan puasa.”Suatu ketika pada awal Ramadhan, Cuaca mendung dan orang-orang tidak dapat melihat bulan baru, Tidak tahu apakah bulan Ramadhan sesungguhnya telah dimulai atau belum, mereka datang kepada Ummul Khair Fathimah, ibunda Syeikh Abdul Qadir, dan menanyakan apakah si anak sudah makan hari itu? Kerana dia belum makan, mereka menduga bahawa puasa telah dimulai.Abdul Qadir Al-Jailani RA menceritakan,“ketika kecil, setiap hari aku selalu didatangi seorang malaikat dalam bentuk pemuda tampan, Dia mula berjalan bersamaku dari rumah kemadrasah dan membuat anak-anak lain didalam kelas memberiku tempat dibarisan pertama, Dia tinggal bersamaku sepanjang hari dan kemudian membawaku pulang kerumah, Dalam sehari, aku belajar lebih banyak daripada murid lain yang belajar dalam satu minggu. Aku tidak tahu siapa dia (awalnya). Suatu hari aku bertanya kepadanya, dan dia berkata, aku salah satu malaikat Allah. “Dia mengirim dan memerintahku untuk bersamamu selama engkau belajar”  Lihat Videonya

Beliau kembali menceritakan mengenai masa kanak-kanaknya, dia berkata,“setiap kali ingin pergi bermain dengan anak-anak lain, aku mendengar satu suara berkata; Datanglah kepada-Ku sebagai gantinya, wahai orang yang diberkati! Datanglah kepadaku.”

Dalam keadaan ketakutan, aku pergi dan mencari ketenangan dibalik lengan ibuku. Sekarang, bahkan dalam ketaatan penuh dan khalwat (pengasingan) yang panjang, aku tidak dapat mendengar dengan jelas suara tersebut.”

Ketika Abdul Qadir Al-Jailani ditanya oleh seseorang, apa kuncinya yang membawa dirinya pada tingkatan spiritual yang tinggi?.Beliau berkata, “kejujuran yang telah aku janjikan kepada ibuku”

Abdul Qadir Al-Jailani menceritakannya sebagai berikut, “suatu hari, malam ‘Aidul Adha, aku pergi ke ladang kami untuk membantu menggarap tanah, Semasa aku berjalan dibelakang lembu jantan, dia memalingkan kepalanya dan memandangku seraya berkata, “engkau tidak diciptakan untuk (pekerjaan) ini!”
Sungguh, aku sangat ketakutan dan berlari kerumah dan memanjat ke atap rumah petak bertingkat. Ketika melihat ke luar, tiba-tiba aku melihat para Jemaah haji sedang berkumpul (wuquf) di padang Arafah,di Arabia,tepat di depanku.

Lalu aku segera pergi menemui ibuku, yang waktu itu sudah menjadi janda, dan meminta kepadanya, “kirimlah aku ke jalan kebenaran berilah aku izin untuk pergi ke Baghdad untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bersama-sama orang bijak dan orang-orang yang dekat kepada Allah Azza Wa Jalla.”Ibu bertanya kepadaku “apa alasan permintaanmu yang tiba-tiba tersebut?”

Aku mengatakan kepadanya apa yang telah terjadi pada diriku. Beliau menangis mendengar ceritaku, lalu mengeluarkan lapan puluh keping emas . Semuanya adalah warisan ayahku. Dia menyisihkan (mengasingkan) empat puluh untuk saudara lelakiku, Empat puluh keping lainnya di jahit dibahagian ketiak mantel (baju/kot). Kemudian dia mengizinkan untuk meninggalkan dirinya. Sebelum membiarkan aku pergi, beliau menasihatiku bahwa aku harus berkata benar dan menjadi orang yang jujur apa pun yang terjadi. Ibu melepas kepergianku dengan kata-kata, “mudah-mudahan Allah SWT melindungi dan membimbingmu wahai anakku. Aku memisahkan diriku sendiri dari orang yang paling mencintaiku kerana Allah. Aku tahu bahwa aku tidak akan dapat melihatmu sampai hari pengadilan Terakhir tiba.”Taubatnya seorang kepala perompak ditangan SAQJ:

Aku bergabung dengan sebuah kafilah yang pergi ke Baghdad. Ketika kami telah meninggalkan Kota Hamadan, sekelompok perompak jalanan, enam puluh penunggang kuda yang gagah menyerang kami. Mereka mengambil segala sesuatu yang dibawa kafilah tersebut, salah seorang diantara mereka datang kepadaku dan bertanya, “Hai anak muda, harta apa yang engkau miliki?” aku menceritakan kepadanya bahwa aku memiliki empat puluh keping emas. Dia bertanya, dibertanya dimana kau simpan? Aku mengatakan, “dibawah lenganku”.Dia tertawa dan meninggalkanku sendiri (keseorangan). Penjahat lainnya datang dan menanyakan hal yang sama dan aku pun mengatakan hal yang sebenarnya, dia juga meninggalkanku sendirian (keseorangan), aku fikir mereka pasti hendak mengadukan hal tersebut kepada pemimpinnya, dimana mereka sedang membahagikan hasil rampasan, pemimpin mereka bertanya tentang barang berharga milikku. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku memiliki empat puluh keping emas yang dijahit dimantelku (baju/kot) di bawah ketiak.

Dia (pemimpin perompak) lalu mengambil mantelku (baju/kot) merobek (mengoyak) dibahagian lengan, dan menemukan emas tersebut. Kemudian dia bertanya kepadaku dalam ketakjuban “wangmu (hartamu) telah aman, apa yang memaksamu untuk menceritakan kepada kami bahwa engkau memilikinya dan memberitahukan tempat engkau menyembunyikannya?”Aku menjawab, “aku harus mengatakan yang benar dalam apa keadaan sekalipun, sebagaimana yang telah aku janjikan kepada ibuku”.
Ketika kepala (ketua) perompak mendengar hal itu, ia menitiskan air mata dan berkata, “aku telah mengingkari janjiku kepada siapa yang telah menciptakanku,aku mencuri dan membunuh. Apa yang akan terjadi padaku?.Dan perompak lain (anak-anak buahnya) memandangnya sambil berkata, “engkau telah menjadi pemimpin kami selama bertahun-tahun dalam perbuatan dosa ini, sekarang juga engkau tetap menjadi pemimpin kami dalam penyesalan”.
Keenam puluh orang itu memegang tanganku dan menyatakan penyesalannya serta keinginannya untuk mengubah jalan mereka, mereka merupakan orang pertama yang memegang tanganku dan mendapatkan keampunan untuk dosa-dosa mereka”.Ketika Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani tiba di Baghdad, beliau berusia lapan belas tahum. Tatkala dia mencapai pintu gerbang kota, Nabi Khaidir A.S muncul dan menghalanginya untuk memasuki kota, Nabi Khaidir berkata kepadanya bahwasanya hal itu ia lakukan atas perintah Allah SWT agar ia tidak memasuki kota Baghdad hingga tujuh tahun akan datang.Al-Khaidir membawanya ke sebuah runtuhan di gurun pasir dan berkata, “Diamlah engkau disini dan jangan meninggalkan tempat ini.”Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani tetap tinggal di sana selama tiga tahun. Setiap tahun Al-Khaidir datang kepadanya dan berkata kepadanya dimana dirinya harus tinggal.

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani RA bercerita tentang masa tiga tahun yang dilaluinya.

SAQJ sewaktu didalam proses Mujahadah dan Riyadhah:“selama aku tinggal di gurun, di luar kota Baghdad, semua keindahan dunia telah datang menggodaku. Allah SWT Wa Adzuma Sya’nuh telah memberikanku kemenangan atasnya. Nafsuku mengunjungiku setiap hari dalam wujud dan bentukku sendiri dan meminta untuk menjadi temannya. Ketika aku akan menolaknya, ia hendak menyerangku, Allah SWT memberiku kemenangan dalam perlawananku dan pada waktunya aku dapat menjadikannya tawananku dan menahannya bersamaku selama tahun-tahun itu serta memaksanya untuk tinggal di runtuhan padang pasir.Satu tahun penuh aku telah memakan rumput-rumputan (dedaunan) dan akar-akarnya yang kutemukan dan aku tidak meminum air apa pun, tahun yang lain aku meminum air tetapi tidak makan apa pun, tahun selanjutnya aku makan, tidak minum ataupun tidur. Sepanjang waktu itu, aku hidup dalam runtuhan dari istana raja-raja Kuno Parsi di Kurkh (kharkhi). Aku berjalan dengan kaki telanjang (tanpa alas kaki) diatas duri padang pasir dan tidak merasakan suatu apa pun.Setiap kali aku melihat sebuah batu atau bukit yang terjal (curam) atau juram aku memanjatnya, aku tidak memberikan istirahat satu minit pun atau menyenangkan nafsuku kepada keinginan-keinginan rendah badaniku (Jasmani). Pada akhir dari masa tujuh tahun itu, aku mendengar satu suara pada suatu malam, “Hai Abdul Qadir,engkau sekarang diizinkan memasuki Kota Baghdad!”Aku tiba di Baghdad dan melewatkan beberapa hari di sana. Segera aku tidak dapat berada dalam keadaan yang hasutan,kejahatan,tipu daya telah menjadi kebiasaan kota. Lalu untuk menyelamatkan diriku sendiri dari kejahatan kota yang mengalami kemerosotan akhlak dan menyelamatkan keimananku, aku meninggalkannya, hanya kitab suci Al-Quran yang kubawa bersamaku.

Ketika tiba dipintu gerbang dalam perjalanan untuk berkhalwat (menyendiri) di padang pasir , aku mendengar satu suara, “kemana engkau hendak pergi?” kata suara itu, “kembalilah,engkau harus melayani orang-orang.”“Apa yang dapat kupedulikan tentang orang lain?” aku menyanggah (menyangkal/menolak), “aku ingin menyelamatkan keimananku., “kembalilah dan jangan pernah merasa bimbang terhadap keimananmu, “suara itu melanjutkan (meneruskan) “tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakanmu”.

Aku sungguh tidak dapat melihat orang yang berkata tersebut (itu), kemudian sesuatu terjadi kepadaku. Aku terputus dari keadaan lahiriyyah lalu tenggelam dalam keadaan tafakur, sampai hari berikutnya aku memusatkan fikiran pada sebuah harapan dan berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla agar Dia membukakan selubung untukku sehingga aku tahu apa yang harus aku lakukan.Hari berikutnya, ketika tengah berkeliling (bersiar-siar) di sebuah permukiman (penempatan) bernama Mudzaffariyyah, seorang lelaki yang sebelumnya tidak pernah kulihat membuka pintu rumahnya dan mempersilakan untuk aku masuk, “mari Abdul Qadir!”.Ketika aku sampai dipintunya, dia berkata “katakan kepadaku, apa yang engkau harapkan dari Allah? Doa apa yang telah engkau panjatkan kelmarin?”

Saat itu aku ketakutan, namun diliputi penuh ketakjuban, aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk menjawabnya, lelaki itu memandang ke wajahku dan menghempaskan pintu dengan kasar sehingga membuatkan debu yang berkumpul disekelilingku menutupi seluruh tubuhku, aku berjalan pergi sambil bertanyakan apa yang telah kuminta dari Allah SWT sehari sebelumnya.

Kemudian aku teringat, lalu aku segera balik kembali untuk mengatakan kepada lelaki tersebut tetapi aku tidak dapat menemukannya baik rumah ataupun dirinya. Aku sangat bimbang ketika menyedari bahwa dia adalah seorang yang dekat kepada Allah Ta’ala, sungguh akhirnya aku mengetahui beliau adalah Syeikh Hammad Ad-Dabbas yang telah menjadi guruku”.